Jakarta -PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero)
kembali 'ribut' soal harga pembelian uap panas bumi untuk 3 unit
Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Kamojang, Jawa Barat, kapasitas
total 140 megawatt (MW).
Keributan dua BUMN ini menimbulkan dua
dampak besar, yang bisa menimpa masyarakat banyak. Pertama, pasokan
listrik yang berkurang sebesar 140 MW, yang berisiko krisis listrik di
Jawa-Bali, karena PLTP ini masuk dalam sistem kelistrikan Jawa-Bali,
walaupun PLN berjanji tidak akan mengurangi pasokan listrik. Dampak
kedua, tarif listrik bisa naik.
Manajer Senior Public Relations
PLN, Agung Murdifi mengungkapkan, PLN berjanji hal ini tidak akan
mengurangi suplai listrik untuk masyarakat, dan mengganti pasokan
listrik dari PLTP Kamojang.
"PLN akan memanfaatkan aliran
listrik Jawa-Bali yang saat ini pasokannya berkecukupan," kata Agung,
dalam keterangannya, Rabu (5/1/2016).
Seperti diketahui,
Pertamina mengancam akan menghentikan pasokan uap panas ke 3 unit PLTP
Kamojang berkapasitas 140 MW pada 1 Februari 2016, bila PLN tidak
menyetujui harga uap yang diminta.
Namun PLN bersikeras, harga
yang diminta Pertamina terlalu tinggi, sehigga bila dituruti akan
menaikkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik, yang ujungnya akan
membuat tarif listrik naik.
"PLN mempunyai alasan kuat untuk
melakukan penundaan kelanjutan pembelian panas uap bumi di Kamojang, hal
ini terkait dengan tingginya harga yang ditawarkan oleh pihak Pertamina
selaku pengelola PLTP Kamojang," kata Agung.
Agung menambahkan,
saat ini PLN sebagai pelaku bisnis, sesuai dengan kondisi keekonomian
yang terjadi, PLN tidak mungkin membeli dengan harga yang terlampau
tinggi, hal ini ditakutkan akan mempengaruhi daya jual listrik PLN
kepada masyarakat.
"Mahalnya tarif listrik juga dikhawatirkan
dapat menurunkan daya beli masyarakat dan juga menurunkan potensi serta
daya saing industri masyarakat. PLN juga merasa pemanfaatan energi baru
terbarukan sangatlah penting, sehingga memerlukan keperdulian yang
tinggi dari semua pihak, termasuk pengembang dan juga pemerintah, untuk
mewujudkan ketahanan energi nasional," jelas Agung.
Sebelumnya,
Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro
mengatakan, apabila hingga waktu yang diberikan, PLN belum memberikan
respon yang layak, maka per 1 Februari 2016, Pertamina terpaksa harus
menghentikan pasokan uap panas bumi untuk pembangkit PLN.
"Tentu
saja hal ini sangat disayangkan apabila harus terjadi karena dapat
menjadi preseden buruk bagi upaya memacu pengembangan panas bumi dan
energi baru terbarukan di Indonesia," tegas Wianda.
Wianda
menegaskan, Pertamina selalu berkomitmen mendukung pemerintah dalam
penyediaan listrik yang efisien dan ramah lingkungan melalui
pengembangan uap panas bumi maupun total proyek beserta pembangkit
listrik panas bumi.
"Sebagai wujud komitmen nyata tersebut,
Pertamina kini menggarap sebanyak 11 proyek panas bumi di tujuh wilayah
kerja terpisah dengan investasi sekitar US$ 2,5 miliar hingga 2019,"
tutup Wianda.
sumber : detik.com