Awalnya, Leicester dianggap hanya sebagai kejutan sementara. Namun, begitu melihat mereka terus berada di papan atas sampai lewat separuh musim berjalan, lalu memuncaki klasemen, dan terakhir menundukkan Manchester City 3-1, orang-orang mulai yakin bahwa Leicester punya kans menjadi juara.
Gaya main Leicester tidak terlalu rumit. Mereka amat mengandalkan agresivitas dan eksplosivitas pemain-pemainnya. Dalam bahasa sang manajer, Claudio Ranieri: "Tim ini tidak boleh berhenti berlari."
Ucapan Ranieri bisa diartikan secara harfiah ataupun kiasan. Faktanya, kecepatan Vardy dan Riyad Mahrez, juga keuletan Shinji Okazaki dan Ngolo Kante, memang jadi modal utama gaya main agresif Leicester.
Seringkali, mereka memukul lawan telak-telak lewat sebuah serangan balik cepat. Sementara, pada kesempatan lain, mereka menghukum lawan yang melakukan kesalahan di lini belakang.
Melihat ini semua, Vardy --yang sudah mencetak 18 gol di Premier League musim ini-- pun terperangah dengan sendirinya.
"Saya sampai harus mencubit diri saya sendiri setiap hari. Tapi, kami semua bekerja keras untuk bisa sampai ke sini," ujar Vardy seperti dilansir Soccerway.
Wajar kalau Vardy sampai begitu terkejutnya. Empat tahun lalu, ia masih bermain bola bersama klub non-liga, dan sampai harus melakoni pekerjaan tambahan di luar sepakbola untuk menghidupi diri. Kini, dia adalah nama tenar di Premier League dan sudah mengantongi 4 caps bersama tim nasional Inggris.
"Tidak mudah bermain bola dan melakoni pekerjaan sepanjang hari. Saya harus mengutamakan pekerjaan, lalu bermain untuk klub yang cuma setengah-bagus."
"Saya tidak pernah menyangka ini semua bisa terjadi. Tapi, ini adalah bayaran atas kerja keras yang sudah saya lakukan," kata Vardy.
Dengan performa apiknya musim ini, Vardy pun dihadiahi kontrak baru oleh Leicester, yang mana mengikatnya hingga 2019. Penyerang berusia 29 tahun itu dikabarkan mendapatkan kenaikan gaji hingga 80.000 pounds (sekitar Rp 1,5 miliar) per pekan.